SULUK SUKARSA
Sastra gumelar ing jagad kang atuduh pangawikan,
kang weruh ing tuduh sampurna tan ana ireng ing pethak,
yen sira sampun waspada lumampaha alon-lonan,
kebirira lan sumungah ujub loba singgahana.
Ki Sukarsa wus alayar ing sakathahing segara,
Margane tekeng makripat tanpa etung urip pejah,
Damare murub tan pejah panganggo mulya tan rusak,
Asangu tan kena telas angungsi ing desa jembar.
Ki Sukarsa dennya layar perau sabar darana,
Salat mangka tiyangira kinamudhen pangawikan,
Linyaran amangun hak winelahan niat donga,
Den watangi panenedha den pulangi lawan tobat.
Den labuhi sukurulah den taleni lan kana’at.
Den pulangi lan wicara den damari lan makripat.
Ki Sukarsa dennya layar wus tekeng segara rakhmat.
Kawasa denira layar wus tekeng segara ora
Artinya :
Sastra tergelar di dunia menunjukkan sebuah pengetahuan
tentang tuntunan kesempurnaan,
tak ada hitam pada putih,
bagi orang yang telah mencapai hikmat berjalanlah pelan-pelan,
takabur dan sombong perilaku tamak tentu disingkirkan
Si Sukarsa bagaikan telah berlayar di segala lautan, sebagai
jalan untuk sampai ke tempat ma’ripat yang tidak memperhitungkan
hidup atau mati,lampunya senantiasa menyala busana kemuliaan tak akan
rusak, bekal yang dibawa tak akan habis, saat mengungsi di desa luas.
Si Sukarsa dalam pelayarannya, dengan naik perahu kesabaran,
shalat sebagai orang yang mengemudi tentang pengetahuan,
dijalani sebagai pembangun hak, dengan menggunakan kemudi
niat dan doa dengan segala permohonan,
diakhiri dengan pertobatan.
Dilakukan dengan selalu bersyukur diikat dengan menggunakan kana’at,
dilakukan dengan bela bicara dengan penerangan ma’rifat,
Si Sukarsa dalam pelayarannya telah berada pada lautan
rakhmat,selamatlah dalam pelayaran itu sehingga sampai pada lautan
tiada (meninggal dunia?).
Bait lainya :
Pan sami pakening suksma, margane antuk sampurna, den awas sira yan
mulat, sampun keliru ing sadya, yan sira tanpa gurawa, mangsa waspaosing
suksma, ing suksma sira den awas, pan arusit prenahira
Ki Sukarsa wus anuksma, sinuksma ing jati-suksma. tekeng sagara ma’rifat,
tan emut ing jiwa raga, mangke atingal sasana, amateni pancadriya, tan
ketang salwiring lampah, iman tohid datan kocap
Ma’rifat tan kauningan, karem ing jroning sagara, jinaten surah syanira,
ika sih nugrahaning hyang, tan ana ing jiro ing jaba, duk sira tunggal
sasana, tan kocap gusti kawula, atunggal sasananira
Kandih kalimput ing sadya, tan ana tetelanira, datan katingalan,
paningale uwus ilang, ragane kadi babateng, awang-uwung anarawang, ing dunya
kerat tan kocap, swarga siksa datan ana
Kari raraga kawula, Sukarsa sadya nanira, tan ana muji anembah, datan ana
Kang sinembah
Artinya kurang lebih sperti ini :
Perhatikan Ajaran Tuhan, jalannya mendapatkan Kesempurnaan, awaslah kamu
dalam melihat, janganlah keliru dalam niat, bila kamu tanpa guru, apa tidak
ragu dalam qalbu, dalam jiwa kamu agar waspada, karena rumpil tempatnya
Ki Sukarsa telah memasuki jiwa, memasuki jiwa yang Sejati, sampailah di
lautan Ma’rifat, tidak ingat jiwa dan raga, sekarang terlihat Singgasana,
mematikan segala panca indera, tidak mengingat segenap perilaku, iman tauhid sudah tiada lagi terucapkan di lisan
Ma’rifat tiada diketahui, tenggelamlah di dalam Lautan, mendapatkan
Kenikmatan Sejati Rahasia-Nya, itulah Anugerah Tuhan, tiada lagi luar dan
dalam, tatkala kamu bersatu dalam Singgasana, tiada lagi terucap
gusti-kawula (Tuan-hamba), menyatu dalam Singgasana-Nya
Teralih terliput dalam niat, tiada penjelasannya, tiada terlihat,
penglihatannya telah sirna, raganya bagaikan bangkai, menerawang tanpa
batas, dunia dan akhirat pun sudah tiada terucap, surga atau neraka pun
sudah tiada beda
Tinggallah bayangan raga semata, Sukarsa seperti adanya, tidak memuji dan tidak menyembah, karena tiada lagi yang disembah… (Laa maujud illa Allah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar