MAKALAH
BUDAYA JAWA
“SENI GAMBUS DI DUSUN WRINGIN, TLOGODALEM, KERTEK, WONOSOBO”

NAMA :
ZAENAL AWALUDIN
NIM : 2601414059
ROMBEL : 03
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA JAWA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya
akan seni dan budaya. Dari Sabang sampai Merauke yang terdiri dari ribuan pulau
dan daerah memiliki kebudayaan yang berbeda. Bahkan satu desa sedengan desa
lain yang masuk dalam lingkup satu daerah pun memiliki kebudayaan yang berbeda.
Seperti halnya di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Walaupun kota kecil di Jawa
Tengah, namun memiliki kebudayaan yang terkenal di Indonesia. Sebagai salah
satu contoh adalah ritual potong rambut gimbal di Dieng. Bahkan tradisi ini
sudah terkenal di kancah internasional. Namun, sebenarnya di masing-masing
daerah di Wonosobo banyak yang memiliki kebudayaan atau tradisi yang belum
dikenal masyarakat luas. Contohnya adalah di Dusun Wringin, Tlogodalem, Kertek,
Wonosobo yang memiliki salah satu kebuayaan, yakni Gambus. Gambus merupakan
seni gabungan antara tari dan bela diri. Kemudian alat musik yang menjadi
iringannya adalah rebana atau sering disebut dengan terbang dan bedug kecil atau sering disebut jidhor. Namun, seiring dengan perkembangan waktu alat musik itu
dikembangkan dengan menambah kendang dan organ. Seni ini merupakan seni yang
langka di Wonosobo. Terbukti dengan belum banyak tahu masyarakat Wonosobo,
bahkan jajaran Pemerintah Daerah. Oleh karena itu, dengan dibuatkan makalah ini
penulis menginginkan agar seni Gambus dapat diketahui oleh masyarakat luas dan bisa
lebih berkembang agar tetap lestari.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa hakikat Seni Gambus ?
2. Bagaimana agar Seni Gambus dikenal
masyarakat luas?
3. Bagaimana agar Seni Gambus dapat
tetap lestari?
C.
Tujuan
1. Dapat mengetahui hakikat Seni Gambus
2. Seni Gambus dapat dikenal oleh
masyarakat luas
3. Dapat melestarikan Seni Gambus
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat Seni Gambus
Gambus
merupakan salah satu seni di Kabupaten Wonosobo, tepatnya di dusun Wringin,
Tlogodalem, Kecamatan Kertek. Seni ini kolaborasi antara tari dan bela diri.
Kemudian, alat musik yang menjadi iringan dari Gambus adalah rebana dan bedug
kecil. Di Wringin, alat musik rebana sering disebut dengan terbang dan bedug kecil sering disebut dengan jidhor. Dengan iringan klasik ini membuktikan bahwa Gambus
merupakan budaya klasik yang ada di Wonosobo. Lain halnya dengan Kuda Lumping
yang menggunakan gamelan lengkap sebagai iringannya. Namun, seiring dengan
perkembangan waktu alat iringan musik dikembangkan untuk menambah estetika,
yakni dengan kendang dan organ. Dengan catatan, tidak meninggalkan irama
aslinya. Untuk lagu iringannya menggunakan bahasa Indonesia yang isinya penuh
dengan tuntunan hidup. Sebagai satu contoh lirik berikut ini, “minta ampun kepada Allah Yang Maha Mulia.
Sebab kami ini banyak dosa. Sebab kami ini senang-senang, kepada ada kepda
Allah Yang Maha Mulia, Maha Kuasa”. Terbukti bahwa Gambus bukan hanya seni
yang penuh dengan keindahan semata, namun mengandung tuntunan hidup manusia.
Seni Gambus
diadakan rutin setahun sekali tiap malam 1 Sura. Untuk tempat pementasan yaitu
di halaman makam Kyai Bramasari yang bertempat di sebelah barat Telaga Dalem.
Dipercaya bahwa Kyai Bramasari ikut serta dalam babad dhusun Wringin, dimana
Kyai Dalem sebagai tokoh utamanya. Oleh karenanya, ini merupakan tempat yang
dikeramatkan.
Menurut
cerita masyarakat, apabila Dusun Wringin akan mengadakan suatu hiburan, misalnya
wayang, dangdut, campursari, dan sebagainya, harus diawali dengan mengadakan
atau mementaskan Gambus terlebih dahulu. Menurut mereka, ini merupakan wujud
permohonan izin terhadap leluhur sebelum mengadakan hiburan atau seni selain
seni asli Dusun Wringin. Apabila melanggar, maka dipercaya sesuatu yang buruk
akan terjadi. Pernah ada suatu kejadian sekitar 2008, saat itu akan diadakan
campursari. Namun, tidak mengadakan Gambus terlebih dahulu. Saat panggung dan
semua sudah siap, tiba-tiba terjadi hujan lebat disertai angin kencang yang
menyebabkan panggung dan seisinya hancur serta berterbangan terbawa angin.
Sejak saat itu, Gambus diadakan terlebih dahulu sebelum ada hiburan atau seni
lain.
Dalam
pementasannya harus disertai dengan sesaji yang berupa rakan. Rakan ini terdiri dari buah-buahan dan jajanan pasar. Tidak
lupa kembang setaman dan bunga kantil
kenanga juga ikut disertakan. Kemudian air asli dari mata air telaga merupakan
hal yang tidak dapat ditinggalkan. Banyak penari yang kesurupan dan meminta
sesaji. Namun, tak jarang leluhur yang merasuki meninggalkan peringatan apakah
sesuatu akan terjadi di Wringin dan bagaimana untuk mencegahnya. Beberapa tahun
sebelumnya pernah ada peringatan akan terjadi suatu hal buruk, lalu sebagai
tumbalnya adalah seekor kucing hitam. Namun, setelah hal itu dilaksanakan
ternyata berbalik keadaan bahwa masyarakat memiliki kehidupan yang lebih
makmur.
Namun saat
ini tumbal-tumbal seperti itu sudah tidak dilaksanakan lagi, karena telah ada
transisi tokoh masyarakat (mudin). Dengan aliran yang sedikit berbeda karena
juga disertai ilmu agama, maka tumbal-tumbal seperti itu bisa ditawarnya
melalui ilmu kegaiban.
B.
Usaha Agar Gambus Dikenal Masyarakat
Luas
Di awal telah dibahas bahwa Gambus
belum dikenal oleh masyarakat luas. Apalagi pada kalangan pemerintahan. Oleh
sebab itu, ada beberapa usaha agar Gambus dikenal oleh masyarakat luas.
Tujuannya adalah agar seni ini dapat tetap lestari dan terus berkembang.
Tokoh-tokoh masyarakat dan pengurus
Gambus di Dusun Wringin mengadakan berbagai usaha. Diantaranya mengadakan
kerjasama dengan Pemkab Wonosobo dan desa-desa tetangga. Pentas-pentas di desa
tetangga yang juga memiliki seni Gambus dikenal dengan istilah rayon. Kegiatan ini mempertunjukkan seni
Gambus dari masing-masing daerah dengan ciri khas tersendiri tentunya. Dengan
ini, selain untuk melestarikan Gambus juga sangat baik untuk menyambung tali
persaudaraan. Di antara dusun-dusun yang juga memiliki seni Gambus tersebut adalah Dusun Saragaten, Sudungdewa,
Bejiarum, Banjaran, dan tentunya Dusun Wringin. Dalam satu tahun secara
bergantian rayon di masing-masing daerah tersebut.
Kemudian, kerjasama dengan Pemkab
Wonosobo sudah terlaksana selama tiga tahun. Setiap peringatan HUT RI Gambus
Dusun Wringin selalu diundang untuk tampil di Alun-alun Wonosobo. Ada hal yang
sangat menarik di tahun 2015, bahwa Bupati Wonosobo ikut tampil dalam event tersebut. Keterangan dari berbagai
masyarakat yang hadir dalam acara itu adalah baru sekali menyaksikan Seni
Gambus dan menyatakan bahwa Wonosobo memang benar-benar kaya akan budaya.
Selain masyarakat, banyak pegawai Pemkab yang juga menyatakan hal yang sama.
Beberapa usaha di atas merupakan
perjuangan dari para pengurus, Pemerintahan Desa, dan juga masyarakat dalam
upaya melestarikan budaya tersebut. Diharapkan agar masyarakat luas benar-benar
mengetahui bahkan ikut apresiasi. Meningkatnya lagi ke generasi-generasi muda
untuk terus melestarikan agar tetap ada sampai anak cucu.
C.
Cara Melestarikan Seni Gambus di
Dusun Wringin
Sudah
menjadi hal yang diwajibkan jika Gambus dilestarikan. Maka dari itu warga
masyarakat dan pengurus saling bahu-membahu untuk melestarikan seni ini. Dalam
waktu satu minggu ada satu kali latihan, yaitu setiap malam Rabu. Dari
anak-anak hingga dewasa banyak yang antusias dengan kegiatan latihan ini.
Sebenarnya beberapa tahun lalu seni ini pernah vacum. Namun, berkat perjuangan dari para pengurus Gambus saat ini
menjadi sebuah event yang sangat dinanti.
Pak Diyarno
sebagai ketua dan Pak Suhadah sebagai pelatih sangat keras perjuangannya dan
dengan rasa sabar melatih para kaum muda. Latihan rutin ini menarik perhatian
anak-anak se-usia Sekolah Dasar. Dengan ketekunannya berlatih, mereka dengan
piawai menampilkan seni ini. Selain itu, pementasan-pementasan rutin
dilaksanakan untuk menambah semangat. Semoga Gambus tetap lestari sbagai bukti
produk budaya nenek moyang.
PENUTUP
Kesimpulan
Wonosobo sebagai kota kecil di Jawa
Tengah yang masih kental dengan busayanya merupakan kota yang juga kaya akan
budaya. Banyak yang sudah terkenal bahkan ada yang belum dikenal masyarakat
luas. Gambus merupakan salah satu seni yang langka dan wajib dilestarikan.
Produk-produk budaya nenek moyang kita tidak semata-mata berisi tentang
keindahan, namun juga merupakan tuntunan kehidupan yang dikemas dengan begitu
indahnya.
Semoga,
dengan dibuatnya makalah ini, penulis sangat berharap Gambus dapat tetap lestari,
berkembang, dan dikenal masyarakat luas. Dengan isi yang penuh dengan tuntunan
hidup, membuktikan bahwa nenek moyang kita begitu kreatif pengemasan-pengemasan
budaya yang tidak hanya berisi tentang keindahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar